Kerendahan Hati dalam Pelayanan

 

3  dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;

4  dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

5  Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

 

 

Pendahuluan:

Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, hari ini kita akan membahas tema yang sangat penting dalam kehidupan kita sebagai pengikut Kristus, yaitu "Kerendahan Hati dalam Pelayanan." Dalam Filipi 2:3-5, kita diingatkan untuk tidak melakukan sesuatu dengan egoisme atau kesombongan, tetapi dengan kerendahan hati, kita harus menganggap orang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Mari kita gali lebih dalam melalui empat poin pembahasan yang akan membantu kita memahami pentingnya kerendahan hati dalam pelayanan kita.

 

I. Kerendahan Hati: Dasar Pelayanan yang Sejati

Dalam Filipi 2:3, Paulus menekankan pentingnya kerendahan hati. Dia mengajak kita untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain. Kerendahan hati adalah dasar dari pelayanan yang sejati. Ketika kita melayani dengan kerendahan hati, kita tidak mencari pujian atau pengakuan, tetapi kita melayani dengan tulus karena kasih Kristus.

 Seperti yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi, "Kekuatan tidak datang dari kemampuan fisik, tetapi dari kemauan yang tak terhingga." Dalam pelayanan, kita mungkin tidak memiliki kemampuan yang luar biasa, tetapi jika kita memiliki kerendahan hati, kita akan mampu melayani dengan cara yang mengubah hidup orang lain.

 

II. Teladan Kristus dalam Kerendahan Hati

Dalam Matius 20:26-28, Yesus memberikan teladan yang sempurna tentang kerendahan hati. Dia berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu." Yesus, yang adalah Raja segala raja, tidak datang untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Dia mencuci kaki murid-murid-Nya, sebuah tindakan yang sangat rendah hati dan penuh kasih.

 Ilustrasi yang menarik adalah ketika kita melihat seorang pemimpin yang tidak hanya memimpin dari depan, tetapi juga bersedia untuk turun ke bawah dan melayani. Seperti yang diungkapkan oleh Nelson Mandela, "Sebuah pemimpin adalah seperti seorang penggembala. Dia tetap berada di belakang kawanan, membiarkan mereka berjalan di depan." Dalam pelayanan kita, kita harus siap untuk menjadi penggembala yang merendahkan diri, bukan hanya untuk memimpin, tetapi juga untuk melayani.

 

III. Kerendahan Hati dalam Hubungan dengan Sesama

1 Petrus 5:5-6 mengingatkan kita untuk saling merendahkan diri. Dalam hubungan kita dengan sesama, kerendahan hati adalah kunci untuk membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung. Ketika kita merendahkan diri, kita membuka diri untuk mendengarkan dan memahami orang lain.

 Kita sering kali terjebak dalam sikap egois, berpikir bahwa kita lebih baik dari orang lain. Namun, ketika kita merendahkan diri, kita mengakui bahwa kita semua adalah ciptaan Tuhan yang sama. Seperti yang dikatakan oleh C.S. Lewis, "Sikap kerendahan hati bukanlah berpikir kurang tentang diri kita sendiri, tetapi berpikir tentang diri kita sendiri kurang." Dengan merendahkan diri, kita dapat melayani orang lain dengan lebih baik dan menciptakan lingkungan yang penuh kasih.

 

IV. Kerendahan Hati: Kunci untuk Menerima Berkat Tuhan

Ketika kita merendahkan diri dan melayani dengan tulus, kita membuka pintu untuk menerima berkat Tuhan. Dalam 1 Petrus 5:6, kita diajarkan untuk merendahkan diri di bawah tangan Tuhan yang kuat, agar Dia mengangkat kita pada waktunya. Kerendahan hati bukan hanya tentang melayani, tetapi juga tentang mempercayakan hidup kita kepada Tuhan.

 Ilustrasi yang tepat adalah tentang seorang petani yang menanam benih dengan penuh harapan. Dia tidak melihat hasilnya seketika, tetapi dia tahu bahwa dengan merawat tanah dan merendahkan diri untuk bekerja keras, pada akhirnya dia akan menuai hasil yang melimpah. Demikian juga, ketika kita melayani dengan kerendahan hati, kita mungkin tidak melihat hasilnya segera, tetapi kita percaya bahwa Tuhan akan mengangkat kita pada waktu-Nya.

 

Penutup:

Saudara-saudara, mari kita ingat bahwa kerendahan hati adalah kunci untuk melayani dengan tulus. Seperti Kristus yang merendahkan diri untuk melayani kita, kita juga dipanggil untuk merendahkan diri dan melayani sesama. Dalam setiap tindakan pelayanan kita, mari kita ingat untuk menganggap orang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Dengan kerendahan hati, kita akan menjadi alat Tuhan untuk membawa kasih dan berkat-Nya kepada dunia ini.


Mari kita berdoa agar Tuhan memberi kita hati yang penuh kerendahan untuk melayani. Amin

Kasih sebagai Budaya Kerajaan

Nats Utama: Kolose 3:12-14

"Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah, yang dikuduskan dan yang dikasihi, kenakanlah belas kasihan, kebaikan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. Tangguhkanlah segala keluhanmu terhadap seorang yang lain; jika seorang mempunyai keluhan terhadap yang lain, seperti Kristus telah mengampuni kamu, demikian jugalah kamu harus mengampuni. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan."




Pendahuluan:

Saudara-saudara yang terkasih, ketika kita berbicara tentang kerajaan, banyak orang mungkin membayangkan sebuah kerajaan dengan peraturan yang ketat, struktur yang jelas, dan sistem pemerintahan yang berpusat pada raja atau pemimpin. Namun, kerajaan Allah itu berbeda. Kerajaan Allah adalah kerajaan yang hadir dengan kasih sebagai budayanya, bukan hanya sebagai suatu perasaan atau emosi, tetapi sebagai prinsip hidup yang nyata dalam tindakan dan hubungan kita sehari-hari. Dalam khotbah ini, kita akan membahas bagaimana kasih menjadi budaya kerajaan yang harus kita jalani, terutama berdasarkan pengajaran dari Kolose 3:12-14, Yohanes 13:34-35, dan Roma 12:9-10.

1. Kasih Adalah Identitas Warga Kerajaan (Kolose 3:12-14)

Sebagai orang yang sudah dipilih dan dikuduskan oleh Allah, kita dipanggil untuk mengenakan kasih sebagai identitas kita. Kasih ini bukanlah sekadar perasaan, tetapi juga cara hidup. Dalam kerajaan Allah, kasih menjadi dasar dari segala tindakan dan interaksi kita. Di dunia ini, kita seringkali mengenakan banyak "pakaian"—status sosial, pekerjaan, pencapaian, bahkan rasa bangga. Namun, Kolose 3:14 mengingatkan kita bahwa kasih adalah "pakaian" yang lebih penting dari segalanya. Kasih adalah pengikat yang menyatukan dan menyempurnakan kita sebagai satu tubuh dalam Kristus.

Sebagai ilustrasi, bayangkan jika kita mengenakan kasih dalam segala interaksi kita. Dalam pekerjaan, di rumah tangga, di gereja—apa yang terjadi? Akan ada kedamaian, tidak ada perpecahan, dan hubungan yang lebih sehat. Kasih menjadi simbol dari siapa kita, sebagai warga kerajaan Allah. Jadi, apakah kita sudah mengenakan kasih sebagai budaya dalam setiap langkah kita?

2. Kasih sebagai Perintah Baru dari Raja (Yohanes 13:34-35)

Yesus mengajarkan kita untuk saling mengasihi seperti Dia mengasihi kita. Ini adalah perintah baru yang berbeda dari hukum atau peraturan dunia. Kasih dalam kerajaan Allah tidak didasarkan pada apa yang kita dapatkan atau harapkan dari orang lain, tetapi pada bagaimana kita dapat mencerminkan kasih yang telah Allah tunjukkan kepada kita—kasih yang tanpa syarat, kasih yang mengampuni, dan kasih yang rela berkorban.

Kasih ini adalah tanda pengenal bagi murid-murid Kristus. Di dunia ini, kita sering melihat kasih yang bergantung pada keuntungan pribadi, "Aku mengasihi kamu jika kamu juga mengasihi aku." Namun, kasih kerajaan Allah tidak begitu. Ketika kita hidup dengan kasih seperti ini, dunia akan mengenali kita sebagai warga kerajaan Allah. Ini bukan kasih yang tampak di permukaan, tetapi kasih yang mengubah hidup orang lain. Apakah kita hidup dengan kasih yang menunjukkan identitas kita sebagai murid Kristus?

3. Kasih yang Tulus dan Tanpa Kepura-puraan (Roma 12:9-10)

Kasih yang sejati haruslah tulus. Roma 12:9-10 menekankan bahwa kasih kita harus bebas dari kepura-puraan. Tidak ada ruang untuk "kasih yang basa-basi" dalam kerajaan Allah. Kasih kerajaan adalah kasih yang muncul dari hati yang tulus, yang berorientasi pada kebaikan orang lain dan bukan pada kepentingan diri sendiri. 

Kita diajak untuk hidup dalam kasih yang saling menghormati, bukan kasih yang penuh dengan hipokrisi atau sikap berpura-pura. Di dunia ini, kita sering melihat banyak orang yang berbuat baik, tetapi sebenarnya memiliki motif yang tidak murni. Namun, kasih yang sejati, yang berasal dari kerajaan Allah, akan selalu murni dan penuh dengan kerendahan hati. Bagaimana dengan kita? Apakah kasih kita sudah mencerminkan ketulusan dan kebaikan yang datang dari hati yang sejati?

4. Kasih yang Mengalahkan Segala Perbedaan dan Menyatukan Kita (Kolose 3:13)

Salah satu ciri khas dari budaya kerajaan Allah adalah kemampuan kasih untuk mengatasi segala keluhan, perbedaan, dan konflik. Dalam Kolose 3:13, kita diingatkan untuk saling mengampuni, seperti Kristus mengampuni kita. Kasih dalam kerajaan Allah bukanlah kasih yang menuntut atau menghitung-hitung kesalahan orang lain. Sebaliknya, kasih ini membangun jembatan pengampunan yang menyatukan kita meskipun ada perbedaan dan konflik.

Bayangkan jika setiap orang dalam gereja, di keluarga, atau bahkan di tempat kerja mengutamakan kasih yang mengalahkan perbedaan—bukankah itu akan menciptakan suasana yang penuh dengan damai? Kasih kita haruslah mengarah pada penyembuhan, bukan perpecahan. Mari kita bertanya pada diri sendiri: Adakah kita membiarkan kasih untuk menyembuhkan luka, mengatasi perbedaan, dan menyatukan orang-orang di sekitar kita?


Kesaksian Pribadi:

Saya teringat ketika suatu waktu dalam pelayanan, ada seseorang yang sangat sulit saya ajak bekerja sama. Kami memiliki banyak perbedaan pandangan dan sering berkonflik. Tapi, saya ingat ajaran Yesus tentang kasih yang mengampuni dan mendamaikan. Saya mulai merendahkan hati, mendekati orang tersebut dengan sikap kasih, bukan dengan mengharapkan dia berubah dulu, tetapi dengan tujuan untuk menunjukkan kasih yang tulus. Hasilnya luar biasa—hubungan kami menjadi lebih baik, dan kami bisa bekerja sama dengan lebih harmonis. Kasih itu sungguh mengubah hati dan memperbaiki hubungan yang rusak.

Penutup:

Saudara-saudara yang terkasih, budaya kerajaan Allah adalah budaya kasih. Kasih bukanlah sekadar emosi, tetapi gaya hidup yang harus kita kenakan setiap hari. Kasih yang mengikat kita, kasih yang menjadi identitas kita, kasih yang tulus dan tanpa kepura-puraan, dan kasih yang menyatukan kita dalam segala perbedaan. Ketika kita hidup dengan kasih seperti ini, kita bukan hanya mencerminkan karakter kerajaan Allah, tetapi juga menjadi saksi yang hidup bagi dunia akan kerajaan-Nya.

Mari kita saling mengasihi, karena dengan kasih, kerajaan Allah akan semakin nyata di tengah-tengah dunia ini. Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Memuliakan Raja dengan Tubuh Kita

 

1Korintus 6:19-20

Oleh: PS. Dr. Edi Zakarijah, M.Th.




Saudaraku yang terkasih dalam Kristus, apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar kata “memuliakan Tuhan”? Mungkin sebagian besar dari kita langsung berpikir tentang penyembahan, doa, pujian, atau pelayanan yang kita lakukan untuk Tuhan. Semua itu memang penting dan sangat baik. Namun, ada satu hal yang sering kali kita abaikan dalam proses kita memuliakan Tuhan, yaitu tubuh kita sendiri.

Hari ini, kita akan membahas tentang bagaimana kita bisa memuliakan Raja dengan tubuh kita—apa yang kita lakukan dengan tubuh kita sehari-hari, bagaimana kita merawatnya, bahkan bagaimana kita memperlakukannya, bisa menjadi bentuk penghormatan kita kepada Tuhan. Sebab, tubuh kita bukan milik kita sendiri; kita telah dibeli dengan harga yang sangat mahal, yaitu darah Kristus. Jadi, mari kita mulai merenungkan, bagaimana kita bisa memuliakan Raja kita dengan tubuh yang telah Ia percayakan kepada kita.

Sebagai pengingat, tubuh kita bukanlah benda yang bisa kita perlakukan sesuka hati. Kita sering lupa bahwa tubuh ini adalah bait Allah, tempat Roh Kudus tinggal. Setiap tindakan kita terhadap tubuh ini harus mencerminkan rasa hormat kita kepada-Nya. Ketika kita menjaga dan merawat tubuh kita, kita sedang memuliakan Tuhan. Sebaliknya, jika kita tidak menjaga tubuh kita dengan baik, kita sebenarnya sedang merendahkan anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita.

Hari ini, mari kita merenungkan lebih dalam tentang bagaimana tubuh kita bisa menjadi alat untuk memuliakan Raja kita. Dengan memperhatikan tubuh kita, kita bukan hanya berfokus pada diri sendiri, tetapi juga memberikan kemuliaan kepada Tuhan yang menciptakan dan menebus kita. Jadi, mari kita buka hati kita, membuka pikiran kita, dan membiarkan firman Tuhan mengubah cara kita melihat tubuh kita, agar melalui tubuh ini, kita bisa terus memuliakan Raja kita yang layak menerima segala pujian dan penghormatan.

 

1. Tubuh Kita adalah Milik Allah (1 Korintus 6:19-20)

Saudaraku yang terkasih, mari kita mulai dengan menyadari satu hal yang sangat mendalam: tubuh kita ini bukan milik kita sendiri! Itu adalah kenyataan yang mungkin sering kita lupakan. Sebagai orang percaya, kita seharusnya menyadari bahwa tubuh kita adalah tempat tinggal Allah yang kudus. Dalam 1 Korintus 6:19-20, Paulus mengingatkan kita dengan tegas: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang ada di dalam kamu, yang kamu peroleh dari Allah? Dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dengan harga yang mahal. Karena itu, muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”

Bayangkan ini, tubuhmu—ya, tubuh yang kita bawa kemana-mana ini—adalah tempat tinggal Allah. Tuhan tidak hanya tinggal di hati kita, tapi juga dalam tubuh kita. Itu berarti, tubuh kita memiliki nilai yang sangat tinggi. Seperti kendaraan yang sangat berharga, tubuh kita perlu dirawat, dipelihara, dan dihargai dengan penuh kesadaran.

Saya ingin membawa kita pada sebuah ilustrasi yang sederhana, tetapi sangat menggugah. Coba bayangkan seorang sopir yang diberi mobil mewah oleh bosnya. Mobil itu adalah hadiah yang sangat berharga, penuh kemewahan, dan mewah. Namun, bukannya merawat mobil itu dengan penuh hati-hati, sopir tersebut justru memakainya untuk balapan liar, menghancurkan dan merusaknya seakan-akan mobil itu tidak berharga. Ketika sang bos bertanya, “Kenapa kamu rusak mobilku?” Sopir itu menjawab dengan enteng, “Ah, kan saya yang pakai!”

Saudaraku, kadang kita memperlakukan tubuh kita seperti sopir itu memperlakukan mobilnya. Kita merasa bahwa tubuh ini milik kita sepenuhnya, dan kita bebas mengendalikannya sesuka hati. Mungkin kita malas olahraga, makan sembarangan, tidur larut malam, atau bahkan berlama-lama berada di depan layar gadget. Kita lupa bahwa tubuh ini adalah milik Tuhan. Tuhan yang telah membelinya dengan harga yang sangat mahal: darah Kristus! Dengan cara hidup yang sembarangan, kita telah merusak apa yang telah Tuhan percayakan pada kita.

Lalu, saya ingin mengingatkan kita dengan sebuah sentilan humor yang sering kali terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada saat-saat kita berpikir, “Ah, tubuhku kuat kok, makan apa saja nggak masalah.” Tetapi, kenyataannya, setelah beberapa waktu tubuh kita mulai memberikan sinyal peringatan. Setelah semalam suntuk makan mie instan atau begadang tanpa henti, tubuh mulai protes. Misalnya, punggung pegal, perut kembung, atau sakit kepala yang datang tak terduga. Hati-hati, saudaraku, jangan sampai Tuhan menegur kita dengan cara yang tidak kita harapkan: lewat kesehatan yang menurun!

Mari kita belajar untuk lebih bijak. Ingat, tubuh kita adalah bait Allah! Sudah saatnya kita memperlakukan tubuh ini dengan rasa syukur dan tanggung jawab. Kita harus sadar bahwa tubuh ini adalah tempat Tuhan bekerja dalam hidup kita. Tuhan ingin kita sehat, kuat, dan penuh energi agar kita bisa melakukan segala pekerjaan-Nya dengan maksimal.

Saya teringat akan kesaksian seorang ibu di jemaat saya yang bisa menjadi contoh nyata perubahan besar. Dulu, ibu ini hidup sangat sembarangan—makan tidak teratur, sering begadang, dan tidak pernah melakukan olahraga. Tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan, bahkan beberapa kali sakit yang cukup parah. Namun, suatu hari dia sadar bahwa tubuhnya adalah bait Allah, dan jika dia merusaknya, itu bukan hanya merugikan dirinya, tetapi juga melukai Allah yang telah memberinya tubuh itu. Mulailah dia berubah. Dia mulai makan dengan lebih teratur, tidur cukup, dan mulai berolahraga. Hasilnya luar biasa! Tidak hanya tubuhnya yang semakin sehat, tetapi dia juga lebih aktif melayani Tuhan. Bahkan, sekarang dia menjadi inspirasi bagi orang lain yang ingin menjalani hidup lebih sehat.

Saudaraku, melalui kisah ibu ini, kita diajak untuk menyadari bahwa tubuh kita bukanlah sesuatu yang bisa kita perlakukan sembarangan. Setiap tindakan kita terhadap tubuh ini harus mencerminkan rasa hormat kita kepada Tuhan. Ketika kita merawat tubuh ini, kita sedang memuliakan Tuhan. Dan melalui tubuh yang sehat, kita bisa melayani Tuhan dengan lebih maksimal.

Ingat, tubuh kita ini adalah milik Allah. Jangan sia-siakan! Seperti mobil mewah yang diberikan oleh bos untuk kita gunakan dengan baik, tubuh ini adalah pemberian Tuhan yang sangat berharga. Rawatlah tubuhmu, peliharalah dengan baik, dan gunakanlah untuk kemuliaan-Nya. Tuhan tidak hanya peduli dengan roh kita, tetapi juga dengan tubuh kita. Jadi, mari kita mulai memperlakukan tubuh kita dengan penuh rasa hormat, bukan hanya untuk kebaikan kita, tetapi juga untuk kemuliaan Allah.

Jadi, mari kita renungkan: Apakah kita sudah cukup menghargai tubuh yang Tuhan percayakan kepada kita? Sudahkah kita memperlakukan tubuh ini dengan penuh kesadaran bahwa tubuh ini bukan milik kita, tetapi milik Tuhan yang harus kita muliakan? Tuhan ingin kita sehat, bahagia, dan hidup dengan penuh semangat. Semoga kita semua bisa menjalani hidup ini dengan penuh tanggung jawab, menjaga tubuh kita, dan memuliakan Tuhan melalui tubuh yang sehat ini.

 

2. Persembahan yang Hidup untuk Tuhan (Roma 12:1)

Saudaraku yang terkasih, kita sudah membahas bahwa tubuh kita adalah milik Allah, dan hari ini kita melangkah lebih dalam ke dalam panggilan kita untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup bagi Tuhan. Dalam Roma 12:1, Paulus menulis dengan jelas, “Karena itu, saudara-saudaraku, demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu: Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah; itu adalah ibadahmu yang sejati.”

Apa yang dimaksud dengan “persembahan yang hidup”? Sebagai orang percaya, kita tidak hanya dipanggil untuk mempersembahkan doa atau pujian kita saja, tetapi juga tubuh kita! Ya, tubuh kita harus menjadi persembahan yang hidup bagi Tuhan—berarti kita harus memelihara tubuh kita, menjaganya tetap sehat, dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya untuk kemuliaan-Nya.

Sebagai ilustrasi, coba bayangkan sebuah tukang kebun yang mencoba menanam pohon dengan cangkul yang patah. Tentu saja, pekerjaan itu akan sangat sulit dan tidak efektif. Begitu juga tubuh kita. Jika tubuh kita tidak sehat, lemah, atau bahkan rusak karena kebiasaan buruk, bagaimana kita bisa melayani Tuhan dengan maksimal? Kalau tubuh kita lemah, tenaga kita terbatas, dan semangat kita pun akan menurun. Pelayanan yang kita lakukan untuk Tuhan akan terganggu karena kita tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menjalankannya.

Pikirkan tentang seorang atlet yang sedang bersiap untuk bertanding. Atlet tersebut pasti menjaga tubuhnya dengan baik—mereka makan dengan teratur, berlatih dengan keras, tidur cukup, dan menjaga kesehatan mereka. Mengapa? Karena tubuh yang sehat adalah alat utama yang akan membantu mereka mencapai kemenangan. Begitu juga dengan kita, dalam pelayanan kepada Tuhan, tubuh yang sehat adalah alat yang efektif. Tuhan memanggil kita untuk menggunakan tubuh kita untuk hal-hal yang mulia. Tapi jika tubuh kita lemah, bagaimana kita bisa menjalankan panggilan Tuhan dengan sepenuh hati dan tenaga?

Ada satu hal yang sering kita lupakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bagaimana kita memperlakukan tubuh kita. Kita sering kali lebih fokus pada apa yang kita miliki di luar—pakaian, kendaraan, rumah, atau bahkan pekerjaan—namun kita sering mengabaikan tubuh kita, yang sebenarnya adalah alat yang Tuhan berikan untuk kita memuliakan-Nya. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Apa yang kita makan, bagaimana kita beristirahat, dan bagaimana kita merawat tubuh kita adalah bentuk ibadah kita yang sejati.

Kini, mari kita berbicara sedikit tentang humor yang mungkin kita sering alami. Banyak dari kita yang kadang-kadang berpikir, “Ah, tubuhku nggak masalah, masih kuat kok!” Namun, kita sering kali juga menjadi seperti “kotak P3K” yang ada di kantor—diletakkan di pojok, jarang digunakan, dan hanya diambil ketika ada masalah besar atau darurat. Bayangkan kalau tubuh kita seperti itu: hanya digunakan kalau ada masalah besar. Nah, Tuhan tidak mau tubuh kita menjadi "alat cadangan" yang hanya dipakai sesekali. Tuhan memanggil kita untuk mempersembahkan tubuh kita secara aktif dan terus-menerus. Jangan sampai kita baru mulai menjaga tubuh kita ketika sudah sakit atau tubuh kita sudah lemah. Saat itu sudah terlambat! Tubuh kita harus digunakan dengan baik setiap hari, bukan hanya ketika kita merasa darurat atau butuh bantuan.

Salah satu hal yang penting dalam mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan adalah dengan menjaga kesehatan kita. Menjaga kesehatan bukan hanya soal makan makanan sehat dan berolahraga—itu penting, tapi lebih dari itu, menjaga kesehatan tubuh juga mencakup bagaimana kita menjaga keseimbangan hidup kita. Apakah kita cukup tidur? Apakah kita mengatur waktu dengan bijak antara pekerjaan, pelayanan, dan waktu istirahat? Semua itu harus kita perhatikan, karena tubuh yang sehat adalah alat yang Tuhan berikan untuk kita melayani-Nya.

Saya ingin berbagi sebuah kesaksian yang dapat menginspirasi kita. Ada seorang pemuda yang saya kenal, yang dulunya sering sakit-sakitan. Ia memiliki pola hidup yang tidak sehat—sering begadang, makan tidak teratur, dan kurang berolahraga. Semua itu mulai memengaruhi tubuhnya, dan akhirnya ia merasa lelah dan tidak bisa melayani dengan baik. Namun, suatu hari dia merenungkan firman Tuhan dalam Roma 12:1, yang mengingatkannya untuk mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup. Ia pun mulai berubah. Ia mulai rutin berolahraga, mengatur pola makan dengan lebih baik, dan tidur yang cukup. Hasilnya? Tubuhnya semakin kuat dan sehat. Tidak hanya itu, semangat pelayanannya pun semakin meningkat. Dia bisa melayani dengan lebih baik, lebih aktif, dan lebih bersemangat. Bahkan, tubuhnya yang sehat kini menjadi berkat bagi orang lain, karena ia bisa lebih banyak melayani dan memberikan dampak positif dalam komunitasnya.

Saudaraku, melalui kesaksian ini, kita belajar bahwa menjaga tubuh adalah sebuah tanggung jawab yang besar, yang seharusnya kita lakukan dengan penuh kesadaran. Kita tidak hanya menjaga tubuh kita untuk diri kita sendiri, tetapi untuk Tuhan dan pelayanan-Nya. Kita dipanggil untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada-Nya. Ketika kita menjaga tubuh kita, kita sedang menunjukkan kepada Tuhan bahwa kita menghargai anugerah-Nya, dan kita ingin tubuh ini menjadi alat yang digunakan untuk melayani-Nya.

Jadi, mari kita tanyakan pada diri kita sendiri: Apakah tubuh kita sudah dipersembahkan kepada Tuhan dengan cara yang baik? Apakah kita menjaga tubuh kita agar tetap sehat dan kuat untuk melayani Tuhan? Mari kita berkomitmen untuk mempersembahkan tubuh kita dengan cara yang memuliakan-Nya. Ingatlah, tubuh kita adalah alat yang sangat penting dalam pekerjaan Tuhan, dan kita dipanggil untuk menggunakannya dengan bijaksana, agar kita bisa terus melayani-Nya dengan semangat yang penuh dan kekuatan yang Tuhan berikan.

Semoga hari ini, kita semua terinspirasi untuk merawat tubuh kita, mempersembahkannya sebagai persembahan yang hidup bagi Tuhan, dan terus melayani-Nya dengan segenap hati dan tenaga. Tuhan memanggil kita untuk menjadi saksi-Nya yang hidup, dan tubuh kita adalah alat yang digunakan dalam tugas mulia itu. Mari kita gunakan tubuh ini untuk tujuan yang baik, untuk kemuliaan nama Tuhan.

 

 3. Tubuh yang Diciptakan dengan Dahsyat dan Ajaib (Mazmur 139:14)

Saudaraku yang terkasih, ada suatu kebenaran yang luar biasa yang perlu kita renungkan: tubuh kita adalah ciptaan yang dahsyat dan ajaib dari Tuhan. Daud menulis dalam Mazmur 139:14, “Aku bersyukur kepada-Mu, karena aku diperlakukan dengan dahsyat dan ajaib. Ajaib apa yang Kaudahkan! Jiwaku benar-benar menyadari hal itu.” Ini adalah sebuah pujian yang datang dari hati yang penuh rasa takjub atas karya ciptaan Tuhan, yang dalam hal ini, adalah tubuh manusia.

Kita seringkali menganggap tubuh kita sebagai hal yang biasa saja, sesuatu yang hanya terdiri dari kumpulan organ-organ, tulang, daging, dan sel-sel. Namun, Daud mengingatkan kita bahwa tubuh kita adalah karya seni yang sangat luar biasa. Tubuh kita bukan sekadar organ yang saling terhubung, tetapi setiap bagian dari tubuh ini dirancang dengan sangat detail oleh Tuhan untuk tujuan yang mulia—untuk memuliakan Dia! Setiap detil tubuh kita, mulai dari jari-jari tangan kita yang mampu menulis dan menyentuh, hingga mata kita yang bisa melihat keindahan dunia, adalah manifestasi dari kebesaran dan kebaikan Tuhan.

Pernahkah Anda melihat jam tangan mahal seperti Rolex? Banyak orang yang memiliki jam tangan mewah ini menjaga dan merawatnya dengan sangat hati-hati. Mereka tidak akan sembarangan memakai jam itu, apalagi membiarkannya tergores atau rusak. Jam tersebut sangat berharga, dan pemiliknya tahu betapa pentingnya untuk merawatnya agar tetap berfungsi dengan baik dan indah. Nah, tubuh kita jauh lebih berharga dari jam Rolex sekalipun! Tuhan yang menciptakan tubuh kita, dan Dia melakukannya dengan sangat teliti dan penuh kasih. Kalau kita tahu tubuh ini adalah karya Allah yang dahsyat dan ajaib, bagaimana kita bisa merawatnya dengan sembarangan?

Bayangkan jika kita memperlakukan tubuh kita seperti jam Rolex yang mahal, dengan penuh kehati-hatian, perhatian, dan rasa hormat. Kita pasti akan menjaga kesehatan tubuh kita dengan lebih baik, tidak membiarkannya terpapar kebiasaan buruk yang merusaknya. Tubuh kita bukan hanya alat untuk hidup, tetapi juga alat yang Tuhan berikan untuk kita memuliakan-Nya. Dengan menjaga tubuh kita, kita sebenarnya sedang menghormati karya ciptaan Tuhan yang sangat indah ini. Kita dipanggil untuk merawatnya dengan penuh tanggung jawab.

Namun, kenyataannya seringkali tubuh kita diperlakukan seperti benda yang sudah tidak penting. Kita makan sembarangan, tidur tidak cukup, tidak berolahraga, dan meremehkan kebutuhan tubuh kita. Kadang-kadang, kita memperlakukan tubuh kita seperti celengan ayam di rumah—selalu digunakan, tapi jarang diperhatikan atau diperbaiki. Kalau celengan itu sudah bocor, kita baru sadar dan merasa perlu untuk memperbaikinya. Tetapi, jangan sampai tubuh kita “bocor” sebelum kita menyelesaikan tugas-tugas yang Tuhan percayakan kepada kita! Jika tubuh kita tidak dijaga dengan baik, bagaimana kita bisa melayani Tuhan dengan semangat dan kekuatan yang maksimal? Jangan sampai tubuh yang sudah “bocor” menghalangi kita untuk melakukan pekerjaan Tuhan dengan penuh dedikasi.

Sebagai tambahan, ada sebuah kesaksian yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita. Saya mengenal seorang dokter Kristen yang sangat peduli dengan kesehatan tubuhnya. Setiap kali ia berinteraksi dengan pasien, ia selalu mengingatkan mereka bahwa tubuh manusia itu seperti alat musik yang indah. Alat musik yang tidak dirawat dengan baik, lama-lama suaranya akan hilang. Demikian juga dengan tubuh kita. Jika tubuh kita tidak dirawat dengan baik, maka tubuh ini akan kehilangan kemampuannya untuk berfungsi dengan optimal.

Dokter ini tidak hanya memberi nasihat kepada pasiennya, tetapi ia sendiri juga mempraktekkan gaya hidup sehat. Ia menjaga tubuhnya dengan makan dengan baik, berolahraga, dan tidur cukup. Ia tahu bahwa tubuhnya adalah anugerah Tuhan yang harus dihargai dan dirawat dengan baik. Dalam pekerjaannya sebagai dokter, ia melayani dengan penuh kasih dan dedikasi. Semua itu ia lakukan untuk memuliakan Tuhan yang menciptakan tubuhnya dengan dahsyat dan ajaib.

Saudaraku, melalui kisah dokter ini, kita belajar bahwa tubuh kita adalah instrumen yang Tuhan berikan untuk kita gunakan dalam pelayanan-Nya. Tubuh yang sehat adalah alat yang dapat kita gunakan untuk melayani Tuhan dan sesama dengan lebih baik. Tetapi, tubuh yang rusak atau lemah karena kebiasaan buruk kita akan membatasi kemampuan kita untuk melayani. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk merawat tubuh ini, karena tubuh kita adalah ciptaan yang dahsyat dan ajaib, yang dirancang oleh Tuhan untuk tujuan yang mulia.

Mari kita merenungkan hal ini sejenak. Apakah kita memperlakukan tubuh kita dengan cara yang layak, dengan penuh rasa hormat dan perhatian? Apakah kita menjaga tubuh kita dengan baik agar kita bisa memuliakan Tuhan melalui setiap tindakan yang kita lakukan? Ingatlah, tubuh kita adalah karya seni Tuhan yang sangat luar biasa. Kita harus merawatnya agar bisa digunakan secara maksimal untuk kemuliaan Tuhan.

Jadi, mari kita berkomitmen untuk merawat tubuh kita dengan baik. Jangan biarkan tubuh kita rusak karena kebiasaan buruk atau kelalaian kita. Sebagai persembahan yang hidup bagi Tuhan, kita harus menjaga tubuh ini dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab. Tuhan telah menciptakan tubuh kita dengan cara yang dahsyat dan ajaib, dan sudah sepatutnya kita memperlakukan tubuh ini dengan penuh penghargaan. Dengan tubuh yang sehat, kita bisa melayani Tuhan dengan lebih baik, melakukan pekerjaan-Nya dengan lebih efektif, dan membawa dampak yang positif bagi dunia di sekitar kita.

Mari kita rawat tubuh ini sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Tuhan, agar melalui tubuh ini kita bisa terus memuliakan nama-Nya. Tuhan telah memberikan kita tubuh yang luar biasa—sekarang saatnya kita merawatnya dan menggunakannya untuk tujuan yang mulia.

 

4. Merawat Tubuh adalah Wujud Ketaatan

Saudaraku yang terkasih, kita sering kali terjebak dalam pandangan bahwa hidup sehat hanya berkaitan dengan menjaga fisik—seperti makan makanan bergizi, berolahraga, atau tidur yang cukup. Memang benar, semua hal ini sangat penting, tetapi ada hal yang lebih mendalam yang perlu kita pahami: hidup sehat bukan hanya soal fisik, tetapi juga bagian dari ketaatan rohani kita kepada Tuhan. Ketika kita menjaga tubuh kita, kita tidak hanya merawat tubuh fisik kita, tetapi juga menunjukkan ketaatan kita kepada Allah sebagai warga kerajaan-Nya.

Tuhan telah memberikan tubuh kita sebagai karunia yang luar biasa, dan kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya. Dalam Roma 12:1, kita dipanggil untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Ini bukan sekadar tindakan fisik, tetapi tindakan rohani yang menunjukkan keseriusan kita dalam menaati Allah. Pola makan yang sehat, istirahat yang cukup, dan olahraga yang teratur adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai bagian dari kerajaan Allah. Ketika kita mengabaikan tubuh kita, kita sebenarnya mengabaikan panggilan Tuhan untuk menjaga anugerah-Nya dengan bijaksana.

Mari kita lihat ilustrasi berikut: seorang pemain piano profesional. Setiap hari, ia melatih jarinya dengan tekun, agar tetap lentur dan kuat. Jika ia lalai dalam melatih jarinya, tentu saja permainan piano-nya akan menurun. Begitu juga dengan tubuh kita—jika kita tidak merawat tubuh ini, maka pelayanan kita bisa terganggu. Ketika tubuh kita lemah, kurang sehat, atau tidak bugar, bagaimana kita bisa melayani Tuhan dan sesama dengan sepenuh hati? Pelayanan kita akan terbatas jika kita tidak merawat tubuh ini dengan baik.

Ada sebuah sentilan humor yang sering kita alami, bukan? Terkadang kita merasa tubuh kita seperti “senter tua” yang nyalanya sebentar, lalu langsung mati karena baterai habis. Betapa sering kita mengabaikan tubuh kita, membiarkannya kelelahan tanpa memperhatikan kebutuhan fisik kita. Jika tubuh kita tidak dirawat, tenaganya akan cepat habis, dan kita akan merasa kelelahan atau bahkan sakit. Tuhan tidak ingin kita seperti “senter tua” yang kehabisan tenaga. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menjaga tubuh ini agar tetap sehat dan siap sedia, siap digunakan untuk kemuliaan-Nya.

Saya ingin berbagi kesaksian yang sangat menginspirasi. Seorang penginjil terkenal pernah berkata, “Saya menjaga tubuh ini seperti menjaga mikrofon saya. Jika mikrofon rusak, maka firman tidak bisa disampaikan dengan jelas.” Penginjil ini memahami betul bahwa tubuhnya adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan firman Tuhan. Oleh karena itu, ia menjaga tubuhnya dengan sangat baik. Ia makan dengan sehat, berolahraga secara teratur, dan cukup tidur, karena ia tahu bahwa tubuh yang sehat memungkinkan dia untuk melayani Tuhan dengan lebih baik dan lebih kuat. Bahkan hingga usia lanjut, ia tetap bisa melayani dengan penuh semangat, karena ia menjaga tubuhnya seperti menjaga alat pelayanan yang sangat berharga.

Saudaraku, kita juga dipanggil untuk menjaga tubuh kita dengan cara yang sama. Tubuh kita bukan milik kita sendiri—ia adalah alat yang diberikan Tuhan untuk kita gunakan dalam pelayanan-Nya. Jika kita tidak merawat tubuh ini, kita sebenarnya tidak menghargai karunia Tuhan yang telah memberikan tubuh ini kepada kita. Ketika kita menjaga tubuh kita, kita menunjukkan bahwa kita serius dalam menaati Allah dan memuliakan nama-Nya.

Kesimpulan yang bisa kita ambil adalah bahwa tubuh kita adalah karunia ilahi yang harus dijaga dengan penuh rasa hormat. Merawat tubuh bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga merupakan bentuk ketaatan kita kepada Tuhan. Tuhan telah memberikan hidup-Nya bagi kita, dan sebagai warga kerajaan-Nya, kita dipanggil untuk menjaga tubuh kita dengan baik, agar kita bisa terus melayani Tuhan dengan penuh semangat, kekuatan, dan dedikasi.

Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai alat kemuliaan Allah. Ingatlah, tubuh kita adalah harta kerajaan yang berharga—sama seperti mikrofon yang digunakan untuk menyampaikan firman Tuhan, tubuh kita adalah alat yang digunakan untuk menyebarkan kasih dan kebenaran-Nya. Jangan biarkan tubuh kita rusak karena kelalaian kita. Sebaliknya, mari kita rawat tubuh ini dengan penuh rasa syukur, agar kita bisa terus menjadi alat yang berguna di tangan Tuhan, melayani-Nya dengan segenap kekuatan dan hati kita.

Tuhan memanggil kita untuk hidup sehat, bukan hanya demi diri kita sendiri, tetapi untuk kemuliaan-Nya. Dengan tubuh yang sehat, kita dapat melayani lebih baik, bekerja lebih efektif, dan memberi dampak positif bagi dunia di sekitar kita. Semoga kita semua bisa mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Tuhan. Mari kita rawat tubuh ini, bukan hanya untuk kesehatan kita, tetapi juga untuk ketaatan kita kepada Raja yang telah memberikan hidup-Nya bagi kita. Tuhan memberkati kita semua! Amin