DOKTRIN KEESAAN: PRO HISTORIS ATAUKAH AHISTORIS?



Kelemahan mendasar dari penganut doktrin keesaan adalah lemah di dalam membangun narasi. Baik narasi yang bersifat akademik, baik narasi yang bersifat literasi, juga narasi yang bersifat populis. Semua itu berawal dari miskinnya pewarisan dokumen para pendahulu penganut doktrin keesaan.

Kebanyakan penganut doktrin keesaan menemukan kebenarannya berdasarkan intuisi" terhadap kebenaran Alkitab yang terpendam.

Hal itu dipicu oleh absurdnya penalaran para penganut doktrin-doktrin keallahan yang mainstream. Meskipun mereka memenangkan pertempuran dengan terbukti mampu mendominasi sehingga menjadi doktrin yang mainstream, tetapi jiwa-jiwa yang haus dan lapar akan kebenaran tidak pernah berhenti meronta, berjuang dan menggali sampai menemukan permata kebenaran keesaan Allah. Namun sayang penemuan permata kebenaran keesaan Allah lebih berfokus kepada apa bunyi teks dalam Alkitab dan kurang dukungan narasi dan literasi di luar Alkitab. Sementara itu para penganut doktrin yang mainstream berlimpah dengan narasi dan literasi yang terdokumentasi. Namun sayang sumber-sumber yang mereka miliki seringkali berasal dari abad setelah abad ke-2 yaitu abad bapak-bapak gereja. 

Semestinya penalaran kita harus bisa memaklumi bila para penganut doktrin keesaan itu miskin sumber literasi dan narasi. Sebab abad para rasul adalah abad dimana kekristenan mengalami penganiayaan yang tiada henti. Sementara itu abad bapak-bapak gereja adalah abad dimana kekristenan diterima dengan terbuka bahkan menjadi agama negara. Maka tidak aneh bila pada abad-abad tersebut tersedia dokumentasi yang melimpah. Belum lagi dengan adanya berbagai kesepakatan yang terjadi dalam konsili, kaum penganut doktrin keesaan termarginalisasi.

Seharusnya secara jujur kebenaran keesaan Allah harus diakui merupakan konsep yang lebih logis, berimbang dan alkitabiah. Hal itu berbeda dengan konsep yang didasarkan kepada pendapat bapak-bapak gereja yang berakhir kepada kebuntuan nalar dan ketidakkonsistenan pewahyuan.

Para penganut doktrin keesaan meyakini bahwa doktrin yang mereka anut adalah doktrin yang rasuli. 


KONSISTENSI PEWAHYUAN

Rasul Paulus bergumul begitu hebat untuk dapat memastikan bagaimana seharusnya meletakkan hubungan antara Yudaisme dan kekristenan. Hal ini tampak dalam tulisannya kepada jemaat di Roma:

Roma 9:1-8 (TB)

1 Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus,

2 bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. 

3 Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. 

4 Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. 

5 Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!

6 Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel,

7 dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: "Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu."

8 Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar.

Mengapa Rasul Paulus memilih rela terkutuk asal dapat menjangkau orang-orang Yahudi? Hal itu terjadi karena Rasul Paulus dengan keyakinannya kepada Yesus tidak bisa diterima oleh orang-orang Yahudi sebagai penganut Yudaisme. Di mata orang Yahudi para pengikut Yesus dianggap sudah terpisah dari Yudaisme. 

Tetapi para pengikut Yesus pada awal mulanya mereka meyakini masih sebagai penganut Yudaisme. Sebab mereka meyakini meskipun mereka mengikut Yesus tetapi Allah yang disembah Abraham mereka percayai sudah berwujud manusia Yesus yang datang ke dunia. 

Itulah sebabnya meskipun mereka sudah menyembah Yesus mereka masih tetap terbiasa pergi ke sinagoge. Pada awal mulanya mereka masih terbiasa merayakan sabat di bait Allah pada hari Sabtu.

Kisah Para Rasul 3:1 (TB)  Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu pukul tiga petang, naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait Allah.

Namun di komunitas dalam bait Allah para pengikut Yesus tidak bisa memuliakan dan menyerukan nama Yesus di situ. Itulah sebabnya pada hari Sabtu mereka berkumpul di bait Allah, tetapi pada hari Minggu mereka berkumpul di rumah-rumah untuk memecahkan roti.

Kisah Para Rasul 2:46 (TB)  Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,

Jadi orang percaya pada zaman para rasul meyakini bahwa Allah yang disembah Abraham, Ishak dan Yakub adalah Allah yang sama yang dinyatakan di dalam 1 pribadi Yesus Kristus.


PRO HISTORIS ATAUKAH AHISTORIS?

Roma 11:24 (TB)  Sebab jika kamu telah dipotong sebagai cabang dari pohon zaitun liar, dan bertentangan dengan keadaanmu itu kamu telah dicangkokkan pada pohon zaitun sejati, terlebih lagi mereka ini, yang menurut asal mereka akan dicangkokkan pada pohon zaitun mereka sendiri.

Pohon zaitun yang dicangkokkan adalah metafora hubungan antara Israel (Yudaisme) dengan para pengikut Yesus (Gereja). Seakan-akan Rasul Paulus mempersilakan kita para pembaca surat Roma untuk mengambil kesimpulan apakah kekristenan adalah kelanjutan dari Yudaisme, ataukah kekristenan adalah cabang atau aliran tertentu dari Yudaisme.

Berdasarkan metafora tersebut kita bisa mengumpulkan beberapa fakta:

1. Yudaisme adalah akar zaitun yang sejati.

2. Kekristenan adalah zaitun yang liar.

3. Meskipun Yudaisme dan kekristenan itu berbeda, namun dimetaforakan oleh Rasul Paulus sebagai tanaman yang sejenis yaitu zaitun.

4. Kekristenan adalah zaitun liar yang dicangkokkan pada pangkal zaitun yang sejati.

Jadi Yudaisme dan kekristenan itu berbeda. Yudaisme dikontrol oleh Taurat. Kekristenan dikontrol oleh kasih karunia. 

Meskipun keduanya memiliki paradigma teologis yang berbeda, namun keduanya memiliki titik temu yang sama dalam kesejarahan (baca: pro historis), yaitu sama-sama menyembah obyek penyembahan yang sama. Dan itu berarti Allah yang disembah Abraham, Ishak dan Yakub adalah Allah yang sama yang disembah oleh Gereja Tuhan zaman para Rasul.


APAKAH ABRAHAM, ISHAK DAN YAKUB MENYEMBAH TRINITAS?

Konsistensi pewahyuan itu harus bisa memastikan bahwa Allah yang disembah Abraham Ishak dan Yakub adalah Allah yang sama yang disembah oleh para rasul.

Yang menjadi pertanyaan: Apakah konsep trinitas sudah dikenal oleh Abraham, Ishak dan Yakub? Apakah bangsa Israel sebagai keturunan Abraham mengenal trinitas? Apakah kesadaran bahwa Allah itu trinitas dimiliki oleh Abraham dan keturunannya?

Lalu mengapa trinitas mencuat justru zaman bapak-bapak gereja? Jika konsep kealahan trinitas tidak memiliki benang merah dengan objek penyembahan yang disembah Abraham, Ishak dan Yakub, masihkah hal itu bisa disebut pro historis? Ataukah secara jujur kita harus mengatakan bahwa itu adalah mishistoris? Silahkan Anda menyimpulkan.



Madiun 24 April 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar