Shallom….
Tidak lama lagi negeri kita Indonesia melaksana-kan hajatan besar yaitu Pemilu.
Gereja bukanlah ormas, melainkan organisasi keagamaan (kerkgenootschap). Yang tepat Gereja adalah Kerajaan Allah yang ditaruh di atas muka bumi dalam rangka pengutusan (Yohanes 17:9-19). Jadi Gereja adalah milik Allah yang diperintah langsung oleh Allah sendiri. Gereja bukan milik dunia, tetapi Gereja di utus untuk menghadirkan Kerajaan Allah yang ada di dalam dunia.
Itulah sebabnya Gereja harus memasang jarak yang jelas dengan politik. Ada bahaya bila Gereja menyatu dengan politik, yaitu Gereja gagal membuktikan dirinya sebagai Kerajaan Allah yang diperintah oleh Allah sendiri.
Sejarah membuktikan, ketika Gereja dan Negara (politik) menjadi satu di jaman Kaisar Konstantin(sekitar abad ke-3), Gereja mengalami kemerosotan yang fatal.
Meskipun demikian bukan berarti Gereja bersikap apolitis, atau anti politik.
Gereja dan Negara (politik) adalah lembaga yang bergandengan tangan dan saling mengisi. Sebab Negara dan Gereja memiliki sasaran operasional yang sama, yaitu manusia, meskipun orientasi tujuannya berbeda. Negara berorientasi pada kehidupan selama di dunia. Gereja berorientasi kepada kehidupan kini sampai kekekalan. Jadi Gereja harus memandang dunia politik adalah sebagai salah satu ladang pelayanan Gereja. Karena itu umat Kristen yang menjadi pelaku politik harus menjadikan Firman Tuhan sebagai sumber etik dan prinsip dalam melaksanakan perilaku politik.
Itulah sebabnya Gereja membebaskan jemaat menyalurkan aspirasi politiknya, selama aspirasinya tersebut sejalan dengan ajaran Firman Tuhan. Bahkan umat Kristen harus memberi sumbangsih yang nyata dalam pembangunan dunia politik, sebab “...kesejahteraan mereka adalah kesejahteraanmu juga…” (Yeremia 29:7).
Mohon diperhatikan, walau aspirasi politik berbeda, mari tetap jaga dan pelihara fakta bahwa kita adalah saudara dalam Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar