TOLERANSI BERAGAMA




Salam sejahtera…

Atmosfir hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 64 masih kita rasakan. Namun perjalanan NKRI selama 64 tahun dengan konsesus dasar “BHINEKA TUNGGAL IKA”, penerapannya masih jauh dari harapan pendiri bangsa.

Dalam “BHINEKA TUNGGAL IKA” tersebut bukan hanya memiliki arti harafiah yang dangkal yaitu “berbeda-beda tetapi satu jua”. Namun makna sesanti tersebut adalah sangat dalam, antara lain:

1. Setiap anak bangsa apapun latar belakangnya diterima dengan terbuka sebagai puta-putri Ibu Pertiwi tercinta. Yaitu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga besar bangsa Indonesia.

2. Setiap anak bangsa memiliki hak dan kewajib-an yang sama. Tidak ada sikap/ perlakuan yang diskriminatif dalam semua tataran kehidupan.

3. Perbedaan yang ada tidak dipandang atau disikapi sebagai kelemah-an atau titik perpecahan. Tetapi sebaliknya setiap perbedaan yang ada dipandang dan disikapi sebagai kekayaan khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Agama memiliki 2(dua) muka yang bertolak belakang yaitu: Pertama, menyatukan umat. Dan yang kedua, memisahkan umat. Itulah sebabnya agama  mengandung potensi konflik secara laten.

Dalam rangka mewujudkan cita-cita PROKLAMASI 1945, sudah saatnya meredefinisi makna toleransi beragama. Toleransi bergama bukan hanya sekedar “menghargai” orang yang beragama lain. Tetapi juga “memahami” orang yang beragama lain. Tujuan “memahami” tersebut adalah agar dapat memperlakukan mereka yang berbeda dengan kita secara tepat dan bermartabat. Sehingga penghargaan yang dilakukan adalah penghargaan yang tulus, tanpa rasa curiga. Dan dengan demikian masing-masing umat beragama berlomba-lomba untuk menjadi dewasa dalam hidup beragamanya. Ketika kedewasaan hidup beragama tercapai, maka potensi konflik dapat dicegah/ dilenyapkan.

Ingat! Kasih adalah mau memahami, sekalipun itu berbeda dengan diri kita.(Gembala)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar