Ceritanya si Poltak adalah anak kuliahan pada salah satu Perguruan Tinggi di Medan. Orang tuanya cuma seorang petani biasa di sebuah desa di Tapanuli Utara, yang konon saking terpencilnya, sampai tak ada di peta.
Si Poltak ini kuliahnya tahun pertama masih benar. Tapi memasuki tahun kedua sudah mulai nggak karuan (meper-meper, istilah Medannya). Tapi si Poltak selalu minta uang ke kampung, dan orang tuanya selalu berusaha supaya Wesel tidak telat.
Pada suatu hari si Poltak, masih tanggal 15, sudah kehabisan uang. Maka ia takut minta uang lagi. Tapi bukan Poltak namanya kalau tidak TAU AKAL (bukan tawakkal, lho). Maka dikirimkanlah fotokopian uang Rp 100.000,- ke kampung. Tanpa banyak kata, yang ada cuma tulisan “PAK… HARAP KIRIM ASLINYA 3 LEMBAR.”
Ayahnya marah bukan main. Tapi Ayahnya tak juga kehilangan akal. Maka secepat petir ia pergi ke kedai kopi yang ada korannya. Maka segera diguntingnya photo Mike Tyson sedang mengacungkan tinjunya. Lalu dimasukkan ke dalam amplop. Di baliknya tertulis kalimat: “Tunggu Aslinya!!!”
Sahabat tawa, Poltak menginginkan yang asli, sebab yang asli adalah lembaran uang ratusan ribu yang lumayan artinya buat anak kos-kosan. Sementara itu
Bapak si Poltak justeru ingin mengirim kepalan tinju Mike Tyson yang asli agar si Poltak anaknya itu tidak kurang ajar yang memperlakukan orang tuannya seperti sapi perah.
Ternyata yang asli itu bisa menyenangkan, tetapi yang asli itu juga bisa menyakitkan. Apapun rasanya, percayalah bahwa yang asli itu adalah fakta atau kenyataan.
Ada banyak orang takut mengahadapi kenyataan hidup. Akhirnya mereka hanya ingin bermain-main di alam fantasi dengan mengkonsumsi minuman keras, rokok dan narkoba. Sebagian lagi mencari pelarian dengan cara mengumbar hawa nafsu perzinahan dari satu pelukan ke pelukan yang lain, seperti binatang tak bermoral.
Apapun yang sahabat lakukan, jika itu dilakukan hanya sebagai pelarian dari kenyataan hidup. Sahabat, engkau bukan hidup dalam kehidupan yang sesungguhnya. Jika engkau mau hidup dalam kehidupan yang sesungguhnya, beranilah menghadapi kenyataan hidup yang ada. Jangan biarkan dirimu menjadi pengecut, milikilah nyali. Sepahit apapun, hidup dalam kenyataan adalah lebih baik. Paling tidak, kita bisa berkata kepada Tuhan, diri sendiri dan semua orang bahwa kita tidak sedang bersandiwara dan mengkhianati diri sendiri. Percayalah, bahwa orang jujur berhak untuk berbahagia, sebab ia sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Nasehat bijak berkata:
Orang baik dituntun oleh kejujurannya; orang yang suka bohong dihancurkan oleh kebohongannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar