YESUS ADALAH ALFA DAN OMEGA

 



 

Nats Alkitab: Wahyu 22:13 (TB) 

"Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir." 

I. PEMBUKAAN 

Bayangkan Anda sedang menonton film epik. Adegan pembuka memperkenalkan sang pahlawan, dan adegan penutup menegaskan kemenangannya. Tanpa kedua adegan itu, cerita terasa hampa. Begitu pula hidup kita—tanpa memahami Yesus sebagai Alfa dan Omega, kita kehilangan konteks keberadaan kita: Dari mana kita datang, untuk apa kita hidup, dan ke mana kita menuju. 

Ilustrasi: 

Seperti sebuah lingkaran yang sempurna, Alfa (Α) dan Omega (Ω) adalah huruf pertama dan terakhir alfabet Yunani. Yesus bukan hanya "A" dan "Z", tetapi segala sesuatu di antaranya. 

Kutipan: 

"Jika Yesus bukan Alfa dan Omega dalam hidupmu, maka sesuatu atau seseorang yang lain akan mengambil tempat itu." —A.W. Tozer 

 II. ISI KHOTBAH 

 1. YESUS ADALAH SATU-SATUNYA TUHAN (Keilahian yang Eksklusif) 

Nats Pendukung: 

- Yesaya 45:5, 44:6, 43:10-11 (Tidak ada Allah selain Tuhan). 

Penjelasan: 

- Yesus bukan sekadar "nabi" atau "guru moral". Dia adalah Tuhan semesta alam yang menyatakan diri-Nya secara progresif dalam Perjanjian Lama dan Baru. 

- Contoh Implementasi: 

  - Saat dunia menawarkan banyak "tuhan" (uang, kekuasaan, ilmu pengetahuan), kita berpegang pada pengakuan Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16). 

 

Ilustrasi: 

Seperti ponsel yang hanya bisa bekerja dengan charger asli, jiwa kita hanya menemukan kepenuhan dalam Yesus—sumber yang sejati. 

2. YESUS ADALAH ALLAH YANG KEKAL (Tanpa Awal dan Akhir) 

Nats Pendukung: 

- Yesaya 9:5, Yohanes 8:58, Kolose 1:16-17, Ibrani 1:8, Wahyu 1:17-18. 

Penjelasan: 

- Gelar "Bapa yang Kekal" (Yesaya 9:5) menegaskan: Yesus tidak diciptakan; Dia adalah Sang Pencipta. 

- Contoh Konkret: 

  - Saat ketakutan akan masa depan menghantam (misalnya PHK, sakit kronis), ingatlah: Yesus sudah "ada sebelum Abraham" dan memegang kendali atas waktu (Wahyu 1:18). 

Kutipan: 

"Kekekalan-Nya adalah jangkar bagi jiwa yang gelisah." —Charles Spurgeon 

 3. YESUS ADALAH ALLAH YANG BERDAULAT (Pemegang Kuasa Mutlak) 

Nats Pendukung: 

- Kolose 1:16-17, Ibrani 1:3, Matius 28:18, Wahyu 19:16, Filipi 2:9-11. 

Penjelasan: 

- Kuasa-Nya mencakup alam semesta (Kolose 1:17), sejarah, dan bahkan maut (Wahyu 1:18). 

- Implementasi Praktis: 

  - Ketika pemerintah dunia berubah-ubah, kita tenang karena Yesus adalah "Raja segala raja" (Wahyu 19:16). 

  - Dalam pengambilan keputusan, tunduk pada otoritas-Nya (Amsal 3:6). 

Ilustrasi: 

Seperti konduktor orkestra yang mengarahkan setiap instrumen, Yesus mengatur segala detail hidup kita bagi kemuliaan-Nya. 

 

4. YESUS ADALAH SATU-SATUNYA JURUSELAMAT (Jalan yang Tidak Tergantikan) 

Nats Pendukung: 

- Kisah Para Rasul 4:12, Yesaya 43:11, 44:24. 

Penjelasan: 

- Keselamatan bukan hasil "prestasi agama" atau "filosofi manusia", tetapi anugerah melalui Yesus. 

- Contoh Nyata: 

  - Seperti seorang yang tenggelam tidak bisa menyelamatkan diri sendiri, kita perlu Penebus (Yesaya 44:24). 

  - Kesaksian Rasul Petrus: "Tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia..." (Kisah 4:12). 

Kutipan: 

"Yesus bukan salah satu jalan di antara banyak jalan; Dia adalah satu-satunya jalan yang mengarah kepada Bapa." —John MacArthur 

III. PENUTUP 

Aplikasi Hidup: 

1. Pengakuan Iman: 

   - Akui Yesus sebagai Tuhan yang berdaulat atas setiap area hidupmu (keluarga, pekerjaan, mimpi). 

2. Penyerahan Diri: 

   - Berdoa seperti Maria: "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; terjadilah padaku menurut perkataan-Mu" (Lukas 1:38). 

3. Misi Mulia: 

   - Bagikan kebenaran ini kepada yang terhilang (Matius 28:19-20). 

Ayat Penutup: 

"Bagi Dia, yang dapat menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh sukacita ke hadapan kemuliaan-Nya, Allah yang esa, Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin." (Yudas 1:24-25) 

Kenaikan yang Membawa Janji dan Kuasa

 



Kisah Para Rasul 1:9-11

Pendahuluan: Saudara-saudara yang terkasih, dalam kesyahduan kisah iman yang terpatri di lembar sejarah kekal, kita kembali merenungi Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Sebuah peristiwa yang bukan hanya menorehkan jejak pada kanvas waktu, tetapi menggema dalam sanubari, memahatkan keagungan yang tak terbantahkan. Kenaikan-Nya adalah simfoni kemuliaan, sabda pengharapan yang mengalun melintasi zaman. Marilah kita resapi hikmat dari empat makna agung peristiwa ini.

Poin 1: Kenaikan sebagai Bukti Kemuliaan Kristus "Dia yang telah turun, Dia juga yang telah naik jauh di atas semua langit untuk memenuhi segala sesuatu." (Efesus 4:10) Yesus tidak sekadar naik, tetapi menapaki langit dengan keagungan cahaya, dimahkotai kemuliaan yang tak terkatakan. Ibarat seorang raja yang kembali ke istana setelah menaklukkan musuh, Yesus naik dalam kemuliaan. Sebagaimana pujangga John Milton berkata, "Raja-raja dunia mengenakan mahkota, tetapi Kristus mengenakan kemuliaan."

Poin 2: Kenaikan yang Menyediakan Tempat Bagi Kita "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal... Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." (Yohanes 14:2) Dalam sabda-Nya yang lembut, Yesus menjanjikan tempat bagi kita di rumah Bapa. Kenaikan-Nya adalah panggilan bagi hati yang rindu, sebuah kepastian bahwa kasih-Nya tak bertepi. Bayangkan seorang pelaut yang merindukan pelabuhan setelah badai panjang, demikianlah kita dijanjikan tempat teduh dalam kekekalan. "Surga bukanlah sekadar tempat, tetapi rumah di mana kita diterima," kata C.S. Lewis.

Poin 3: Kenaikan sebagai Pintu Pencurahan Roh Kudus "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu." (Kisah Para Rasul 1:8) Sang Kristus yang naik bukan meninggalkan kita dalam kekosongan, tetapi membuka pintu bagi Roh Kudus. Ibarat obor yang dinyalakan untuk menerangi jalan yang gelap, Roh Kudus hadir sebagai penerang dan kekuatan. Charles Spurgeon pernah berkata, "Tanpa Roh Kudus, kita hanyalah kapal tanpa angin, burung tanpa sayap."

Poin 4: Kenaikan dengan Janji Kedatangan Kembali "Orang-orang Galilea... Yesus ini, yang terangkat ke surga, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga." (Kisah Para Rasul 1:11) Seperti fajar yang tak pernah ingkar pada waktu, Yesus berjanji akan datang kembali. Sang Kekasih jiwa akan menjemput mempelai-Nya, dan dunia akan kembali menyaksikan kemuliaan-Nya. Ini seperti seorang gembala yang selalu kembali untuk domba-dombanya, penuh kasih dan kepastian. Billy Graham pernah berkata, "Dunia ini bukan rumah kita; kita hanya pengembara, menantikan kepulangan kekal."

Penutup: Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, Kenaikan Tuhan Yesus adalah simfoni kasih dan kuasa. Mari kita hidup dalam cahaya janji-Nya, teguh dalam iman, dan penuh kerinduan akan kedatangan-Nya. Amin.

Judul: Kekudusan sebagai Identitas Orang Percaya

 



 

Nats: Imamat 20:7

"Kuduskanlah dirimu dan hendaklah kamu kudus, sebab Akulah TUHAN, Allahmu."

 

Pendahuluan:

Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan, hari ini kita akan merenungkan satu kebenaran yang sangat mendalam dan sangat penting bagi kehidupan iman kita, yaitu kekudusan. Banyak orang Kristen merindukan berkat, kuasa, dan hadirat Allah, tetapi mereka lupa bahwa semua itu terkait erat dengan hidup yang kudus. Kekudusan bukanlah pilihan, tetapi panggilan dan identitas orang percaya. Ayat yang kita baca hari ini adalah perintah langsung dari Tuhan kepada umat-Nya: "Kuduskanlah dirimu dan hendaklah kamu kudus." Ini bukan hanya perintah, tapi penyingkapan identitas dan relasi kita dengan Allah yang kudus.

 

I. Kekudusan: Kesadaran Akan Identitas Kita

 

Pertama-tama, kita perlu menyadari siapa kita di hadapan Allah. Dalam konteks Imamat, Allah berbicara kepada umat Israel yang baru dibebaskan dari perbudakan Mesir. Mereka dipanggil menjadi bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri. Begitu juga kita, yang telah dibebaskan oleh darah Kristus dari dosa, dipanggil untuk menjadi umat yang kudus.

 

Kata "kudus" dalam bahasa Ibrani, qadosh, berarti terpisah, berbeda, dikhususkan. Allah adalah kudus karena Dia sepenuhnya terpisah dari dosa. Ketika Allah berkata, "Kuduskanlah dirimu," Dia sedang memanggil kita untuk hidup dalam identitas itu—menjadi berbeda dari dunia ini, bukan ikut dalam arus dunia, tetapi menjadi terang dan garam.

 

Ayat pendukung:

 

 1 Petrus 2:9

 Efesus 1:4

 Imamat 11:45

 

Pertanyaan reflektif: Apakah kita sadar bahwa kita dipanggil untuk menjadi berbeda? Ataukah hidup kita tak berbeda dengan orang dunia? Inilah kesadaran yang harus dibangkitkan dalam hati kita: bahwa kita bukan milik diri kita sendiri, kita adalah milik Allah.

 

II. Kekudusan: Kehendak dan Kemauan untuk Hidup Benar

 

Perintah “kuduskanlah dirimu” menunjukkan bahwa kekudusan bukan sesuatu yang otomatis terjadi. Diperlukan kemauan, tekad, dan kerja sama kita dengan Roh Kudus. Ini berarti kita perlu meninggalkan dosa, menjauh dari kebiasaan duniawi, dan mulai hidup dalam ketaatan.

 

Dalam Yohanes 17:17, Yesus berkata, "Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran." Kekudusan terjadi saat kita membiarkan firman Tuhan menguduskan pikiran, hati, dan tindakan kita. Ini adalah proses transformasi..

 

Ayat pendukung:

 

 Roma 12:1–2

 Yohanes 17:17

 Ibrani 12:14

 

Ilustrasi: Bayangkan selembar kain putih yang terkena noda. Semakin cepat kita membersihkannya, semakin mudah nodanya hilang. Tetapi jika kita biarkan, noda itu menempel dan merusak kain itu selamanya. Begitu pula dengan dosa dalam hidup kita. Jangan biarkan dosa menjadi bagian normal dalam hidup. Bertobatlah.

 

Ajakan: Bangkitkan kembali kemauan untuk hidup benar. Jangan biarkan dunia menentukan standar hidup kita. Mari kita izinkan Roh Kudus mengubah hati dan pola pikir kita.

 

III. Kekudusan: Penyingkapan Dosa dan Kebenaran

 

Kekudusan tidak bisa dipisahkan dari penyingkapan dosa. Ketika kita datang kepada Allah yang kudus, kita akan sadar betapa najisnya kita. Tapi itulah awal dari pertobatan yang sejati.

 

Yesaya, ketika melihat kemuliaan Allah dalam Yesaya 6, berseru: “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibirnya.” Kekudusan Allah menyingkapkan keberdosaan manusia. Tetapi justru di titik itu, Tuhan menyentuh bibirnya dan mentahirkannya.

 

Ayat pendukung:

 

 Yesaya 6:5–7

 1 Yohanes 1:8–9

 Efesus 4:22–24

 

Hari ini, biarlah Firman Tuhan menyentuh hati kita dan menyadarkan kita akan dosa-dosa yang telah kita toleransi: kebiasaan berbohong, pikiran yang najis, amarah yang tak terkendali, sikap egois, hidup dalam kemunafikan, kekristenan yang hanya formalitas.

 

Tapi kekudusan bukan hanya tentang meninggalkan dosa—itu juga tentang hidup dalam kebenaran. Mengenakan Kristus. Mencerminkan kasih, kebenaran, dan kemurnian Allah dalam setiap aspek hidup.

 

IV. Kekudusan: Pengenalan yang Mendalam Akan Tuhan

 

Mengapa Allah memanggil kita untuk kudus? Karena hanya dalam kekudusanlah kita dapat mengenal Dia dengan benar. Mazmur 24:3-4 berkata, "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya."

 

Tanpa kekudusan, pengenalan kita akan Tuhan akan dangkal dan palsu. Tetapi semakin kita hidup dalam kekudusan, semakin dalam kita merasakan kehadiran-Nya, mengenal suara-Nya, dan mengalami persekutuan yang sejati.

 

Ayat pendukung:

 

 Mazmur 24:3–4

 Filipi 3:10

 2 Korintus 7:1

 

Kekudusan bukan beban, melainkan jalan menuju sukacita sejati dalam Allah. Inilah hidup yang penuh kuasa, karena kekudusan membuka jalan bagi manifestasi kehadiran Allah.

 

Penutup: Undangan untuk Merespons

 

Saudara, kekudusan bukan hanya untuk nabi, pendeta, atau hamba Tuhan. Kekudusan adalah panggilan untuk setiap orang percaya. Hari ini, mari kita bangkitkan kesadaran bahwa kita adalah umat kepunyaan Allah. Mari kita bangkitkan kemauan untuk hidup benar, dan biarkan dosa disingkapkan agar kita dibersihkan.

 

Yesus telah memberikan segalanya di kayu salib agar kita dapat hidup kudus. Dia telah membasuh kita dengan darah-Nya. Sekarang Dia memanggil kita untuk hidup dalam identitas baru: sebagai umat yang kudus.

 

Ajakan terakhir: Maukah saudara berkata hari ini, “Tuhan, aku mau hidup kudus. Kuduskanlah aku, pakailah aku, dan bentuk aku sesuai kehendak-Mu”? Jika itu kerinduan saudara, berdirilah, buka hati saudara, dan izinkan Tuhan bekerja. Amin.

TIGA DIMENSI KASIH YANG SEMPURNA

 



Pendahuluan:

Paskah adalah deklarasi kasih Allah yang tidak terbendung, tak tertandingi, dan tak tergantikan—kasih yang sempurna.

Salib bukanlah sekadar lambang penderitaan, melainkan monumen kasih yang tak tergoyahkan. Kubur yang kosong pada hari Paskah adalah bukti bahwa kasih Allah tidak hanya memberi, tetapi juga menghidupkan kembali.

> “Allah membuktikan kasih-Nya di salib. Ketika Kristus tergantung, berdarah, dan mati, itulah cara Allah berkata kepada dunia: ‘Aku mengasihimu.’”   Billy Graham

 

 Poin 1: KASIH YANG RELASIONAL – 1 Yohanes 3:7-12

> “Barangsiapa tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, dan demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya.” (ayat 10)

 🔍 Penjelasan Eksegetis:

Rasul Yohanes menekankan bahwa kasih yang sejati tidak mungkin dipisahkan dari perilaku yang benar dan hubungan yang benar. Kasih bukan teori atau emosi, tetapi komitmen terhadap kebenaran dan orang lain.

Yohanes membandingkan dua sosok: Habel, yang mengasihi dan benar; dan Kain, yang membenci dan membunuh. Kain mewakili kasih yang rusak oleh iri hati dan egoisme.

  Ilustrasi Nyata:

Setelah genosida Rwanda 1994, seorang wanita Kristen mengampuni pria yang membantai keluarganya. Kini, mereka melayani bersama dalam program pemulihan komunitas. 

Wanita itu berkata, “Karena Kristus hidup, aku memilih untuk tidak hidup dalam kebencian.”

 💬 Kutipan Inspiratif:

> “Mengasihi berarti rela terluka. Mengasihi siapa pun, dan hatimu akan dicobai, mungkin bahkan hancur. Tetapi tanpa kasih, hidup hanyalah kehampaan.”  — C.S. Lewis

 🪧 Penerapan:

Paskah menantang kita untuk hidup dalam kasih relasional. 

- Apakah kita masih menyimpan dendam? 

- Adakah hubungan yang perlu dipulihkan? 

Kasih sejati dimulai dari rumah.

 

Poin 2: KASIH YANG AGUNG – Yohanes 15:13-16

“Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”

 🔍 Penjelasan Eksegetis:

Yesus tidak hanya mengajar tentang kasih—Ia menghidupi kasih itu sepenuhnya. Dalam konteks budaya Ibrani, "sahabat" bukan sekadar teman, tetapi mitra perjanjian, seseorang yang dipercaya sepenuhnya.

Yesus menyebut kita “sahabat” saat Ia tahu kita akan mengkhianati-Nya, menyangkal-Nya, meninggalkan-Nya. Namun kasih-Nya tidak tergoyahkan.

  Ilustrasi Nyata:

Di Perang Dunia II, seorang prajurit menjatuhkan dirinya ke atas granat untuk menyelamatkan teman-temannya. Saat sekarat, ia berkata: “Katakan pada mereka… aku melakukannya karena mereka sahabatku.”

Itulah yang dilakukan Yesus. Ia tidak mati untuk orang baik, tapi untuk kita yang berdosa. (Roma 5:8)

 💬 Kutipan Inspiratif:

 “Salib bukanlah alat penyiksaan acak. Itu adalah bukti kasih yang telah diputuskan dan diteguhkan.”   — Max Lucado

 🪧 Penerapan:

- Sudahkah kita menyadari betapa agungnya status kita sebagai sahabat Kristus?

- Sudahkah kita membalas kasih-Nya dengan hidup yang berkenan?

Paskah adalah undangan untuk hidup dalam relasi yang dekat dan kudus dengan Kristus.

 

Poin 3: KASIH YANG MENEMBUS BATAS – Yohanes 3:16

 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal...”

 🔍 Penjelasan Eksegetis:

Firman "dunia" (Yunani: kosmos) mencakup seluruh umat manusia—yang baik, yang jahat, yang percaya, yang belum percaya. 

Allah tidak terbatas dalam kasih-Nya. Dia mengasihi bukan hanya yang layak, tetapi yang tidak layak sekalipun.

Paskah menunjukkan bahwa kasih-Nya menembus batas dosa, budaya, sejarah, dan logika. Ia rela mengaruniakan yang paling berharga demi kita.

  Ilustrasi Nyata:

Nicky Cruz, mantan ketua gangster di New York, bertobat setelah pelayanan David Wilkerson. Ketika ditanya mengapa ia berubah, Cruz menjawab: 

 “Yesus menembus tembok darah dan kebencian yang saya bangun. Tak ada yang lebih kuat dari kasih-Nya.”

 💬 Kutipan Inspiratif:

“Injil adalah kabar baik tentang belas kasihan bagi yang tak layak. Simbol iman Kristen adalah salib, bukan timbangan.”  — John Stott

 🪧 Penerapan:

Paskah mengajak kita keluar dari tembok gereja dan zona nyaman untuk:

- Mengasihi orang yang berbeda dari kita.

- Memberitakan kasih kepada yang belum mengenal Kristus.

- Membangun jembatan kasih di dunia yang penuh sekat.

 

Penutup: Menyongsong Kebangkitan dengan Kasih yang Hidup

Mari kita merangkum tiga dimensi kasih yang sempurna:

1. Kasih yang Relasional – membangun dan memulihkan hubungan.

2. Kasih yang Agung – mengisi hidup kita dengan pengorbanan Kristus.

3. Kasih yang Menembus Batas – mendorong kita menjangkau dunia dengan Injil.

 “Yesus mati di salib bukan agar kita menjadi orang baik, tetapi agar kita menjadi manusia baru.”  — Tim Keller

Doa Penutup:

Tuhan Yesus yang bangkit, bentuklah hati kami seperti hati-Mu—penuh kasih yang membangun relasi, kasih yang agung, dan kasih yang melampaui batas-batas dunia ini. Jadikan hidup kami saksi dari kasih yang sempurna. Dalam nama Yesus. Amin.

HIDUP BERDASARKAN TUJUAN KERAJAAN ALLAH

 


Nats Utama: 2 Timotius 1:9 (TB)

"Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman."

 

 PENDAHULUAN:

Hidup sebagai orang Kristen bukan hanya tentang menerima keselamatan, tetapi juga tentang berjalan dalam tujuan yang telah Allah tetapkan. Anugerah-Nya tidak hanya menyelamatkan kita, tetapi juga memberi kita panggilan hidup yang kudus dan terarah. Apakah kita menyadari panggilan ini? Apakah kita sudah bergerak dalam anugerah, hidup sesuai dengan tujuan Kerajaan Allah?

 SEMIOTIK BAHASA ASLI:

1. "Kasih karunia" (Yunani: charis), menunjukkan kebaikan Allah yang melampaui apa yang bisa kita peroleh dengan usaha kita sendiri. Itu adalah pemberian yang tidak layak kita terima.

2. "Panggilan kudus" (Yunani: klēsin hagian), mengacu pada panggilan yang memisahkan kita dari dunia ini dan mengarahkan kita pada hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.

3. "Maksud" (Yunani: prothesin), berarti rencana atau tujuan yang terencana dengan baik, menekankan bahwa Allah telah memiliki tujuan bagi hidup kita sejak awal penciptaan.

 EKSPOSISI:

 POIN 1: ANUGERAH YANG MENYELAMATKAN DAN MEMANGGIL

Anugerah Allah tidak hanya melibatkan keselamatan, tetapi juga panggilan untuk hidup kudus. 2 Timotius 1:9 mengingatkan kita bahwa panggilan kita tidak didasarkan pada perbuatan baik kita, tetapi pada maksud Allah sendiri. Sejak sebelum dunia dijadikan, Allah sudah menetapkan tujuan bagi setiap orang percaya. Kita dipanggil untuk hidup dengan kesadaran bahwa kita adalah bagian dari rencana besar Allah.

 ayat pendukung:

- Efesus 1:11: “Di dalam Dia kami juga mendapat bagian yang dijanjikan – kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya.”

Ayat ini menegaskan bahwa dalam Kristus, kita dipilih dan ditentukan untuk menerima bagian dalam tujuan Allah.

 POIN 2: HIDUP BERDASARKAN TUJUAN KERAJAAN

Panggilan kudus yang diberikan Allah bukan hanya tentang hidup benar, tetapi tentang bergerak sesuai dengan tujuan Kerajaan-Nya.

Matius 6:33 berkata, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."

Fokus hidup kita sebagai orang Kristen haruslah mencari dan mengejar Kerajaan Allah terlebih dahulu. Saat kita mengejar kehendak Allah, kita menyelaraskan hidup kita dengan tujuan-Nya.

 Ayat Pendukung:

- Kolose 3:1-2: “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.”

Ayat ini mendorong kita untuk memiliki pikiran yang terfokus pada hal-hal surgawi, sesuai dengan tujuan Kerajaan Allah.

 POIN 3: ANUGERAH SEBAGAI KEKUATAN UNTUK BERJALAN

Anugerah bukan hanya memberikan panggilan, tetapi juga kekuatan untuk menjalani panggilan tersebut. Banyak orang merasa tidak mampu menjalani kehidupan Kristen karena tantangan yang besar. Namun, anugerah Allah cukup bagi kita untuk mengatasi semua hal. 2 Korintus 12:9 berkata, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Ketika kita menyadari bahwa anugerah Allah adalah kekuatan kita, kita dapat bergerak dengan keyakinan dan ketenangan, mengetahui bahwa Tuhan yang memimpin kita.

 Ayat Pendukung:

- Filipi 4:13: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”

Anugerah Allah memberi kita kemampuan untuk menanggung segala hal, bukan dengan kekuatan kita sendiri, tetapi melalui kekuatan yang berasal dari Kristus.

 Ilustrasi:

Bayangkan seorang petani yang memiliki benih berkualitas tinggi. Petani ini tahu bahwa benih yang ia tanam akan menghasilkan panen yang melimpah, asalkan ditanam di tanah yang subur, dipelihara dengan baik, dan diberi waktu untuk tumbuh. Demikian juga dengan hidup kita sebagai orang percaya. Tuhan telah menaburkan benih anugerah dalam hidup kita—benih yang sangat berharga dan penuh potensi. Namun, benih itu hanya akan menghasilkan panen sesuai rencana-Nya jika kita menanamnya di tanah yang subur, yakni dalam kehendak Allah. Kita harus menjaga benih itu dengan ketaatan dan iman, serta membiarkannya bertumbuh dalam waktu yang tepat, sesuai dengan rencana Kerajaan Allah.

 Kutipan Pendukung:

1. John Stott: “Kasih karunia Allah tidak hanya memaafkan kita tetapi juga memanggil kita untuk hidup kudus dan taat kepada-Nya.”

2. A.W. Tozer: “Anugerah adalah pemberian Allah yang terbesar. Itu adalah kasih-Nya yang mengubah hidup kita, membebaskan kita dari dosa, dan mengarahkan kita kepada tujuan yang lebih tinggi.”

3. Oswald Chambers: “Tuhan tidak memanggil kita untuk sukses, tetapi untuk taat. Ketika kita taat, anugerah-Nya bekerja melalui kita untuk mencapai tujuan-Nya.”

 APLIKASI PRAKTIS:

1. Mencari Tujuan Kerajaan Allah dalam Setiap Keputusan 

Setiap keputusan yang kita buat, baik besar maupun kecil, harus dipandu oleh tujuan Kerajaan Allah. Apakah ini akan memuliakan Tuhan? Apakah ini akan membawa orang lain lebih dekat kepada-Nya?

2. Menyadari Anugerah sebagai Kekuatan 

Ketika kita merasa lelah atau tidak mampu melanjutkan, ingatlah bahwa anugerah Allah adalah kekuatan kita. Kita dipanggil untuk bergerak maju bukan dalam kekuatan kita sendiri, tetapi dalam kekuatan yang diberikan Allah melalui anugerah-Nya.

3. Memuliakan Tuhan dalam Panggilan Sehari-hari 

Apapun pekerjaan atau pelayanan kita, itu adalah kesempatan untuk memuliakan Tuhan. Hidup kita adalah panggilan, dan setiap tindakan baik yang kita lakukan adalah perwujudan dari anugerah dan tujuan Kerajaan Allah.

 PENUTUP:

Kita dipanggil untuk bergerak dalam anugerah, hidup bukan berdasarkan tujuan kita sendiri tetapi berdasarkan tujuan Kerajaan Allah. Dalam segala hal, ingatlah bahwa kasih karunia-Nya yang menguatkan kita, memanggil kita, dan mengarahkan kita. Seperti yang dikatakan 2 Timotius 1:9, kita tidak dipanggil karena perbuatan kita, tetapi karena maksud dan kasih karunia Allah sendiri yang bekerja dalam hidup kita. Biarlah kita hidup setiap hari dalam anugerah-Nya, bergerak dalam ketaatan kepada panggilan kudus yang telah diberikan-Nya kepada kita.

 

Hidup dalam Tujuan Hidup yang Benar

 


Pendahuluan:

Saudara-saudara terkasih dalam Kristus, pada hari ini kita akan menggali lebih dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi, khususnya Filipi 3:4-14. Dalam teks ini, Paulus menyampaikan pandangannya tentang tujuan hidup yang benar, yang sangat relevan dengan kita saat ini. Mari kita merenungkan empat poin utama dari ajaran Paulus yang akan menantang kita untuk hidup dengan tujuan yang benar dalam Kristus.

I. Merenungkan Kembali Nilai Hidup yang Sesungguhnya (Filipi 3:4-6)

Dalam pasal ini, Paulus mengungkapkan betapa segala prestasi dan status yang dimilikinya sebelumnya—sebagai keturunan Israel, orang Yahudi, dan pemegang hukum Taurat—adalah "sampah" dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus. Ia menilai bahwa semua pencapaian dan keunggulan duniawi tidak ada artinya bila dibandingkan dengan hubungan yang dimilikinya dengan Kristus.

Ilustrasi: Dalam bukunya Mere Christianity, C.S. Lewis menyatakan, "Jika Anda menginginkan kedamaian dan kebahagiaan, Anda harus menyadari bahwa yang Anda cari tidak dapat dibeli dengan kekayaan, kekuasaan, atau pengakuan duniawi." Lewis mengajak kita untuk melihat bahwa kedamaian sejati bukanlah hasil dari pencapaian duniawi, melainkan dari hubungan mendalam dengan Tuhan.

Kesaksian: Charles Spurgeon, seorang pendeta terkenal, seringkali mengingatkan bahwa dunia tidak bisa memberikan kepuasan sejati. Ia berkata, “Kita harus sering melepaskan yang kita anggap berharga untuk mendapatkan apa yang benar-benar berharga: hubungan dengan Kristus.” Spurgeon menggarisbawahi bahwa kepuasan sejati datang dari melepaskan nilai-nilai duniawi dan memprioritaskan Kristus dalam hidup kita.

Tantangan: Dalam dunia yang seringkali memuja status dan materi, Paulus menantang kita untuk mengevaluasi apa yang kita anggap penting dalam hidup. Apakah kita cukup berani untuk mengesampingkan nilai-nilai dunia dan menjadikan Kristus sebagai prioritas utama dalam hidup kita?

II. Menghargai Kebenaran Kristus di Atas Semua Hal (Filipi 3:7-9)

Paulus menjelaskan bahwa ia telah kehilangan segala sesuatu demi memperoleh Kristus dan ditemukan dalam-Nya. Ia menekankan bahwa kebenaran yang datang dari hukum Taurat tidak ada artinya dibandingkan dengan kebenaran yang diperoleh melalui iman kepada Kristus.

Ilustrasi: George Müller, seorang penginjil Inggris yang terkenal dengan iman dan doa-doanya yang luar biasa dalam mengelola panti asuhan, pernah berkata, "Tidak ada yang lebih baik daripada hidup dalam persekutuan dengan Kristus dan mendapatkan kebenaran-Nya melalui iman. Semua usaha manusia tidak ada artinya jika dibandingkan dengan anugerah-Nya." Müller mengungkapkan bagaimana dia menganggap semua pencapaian dan usaha manusia tidak ada artinya dibandingkan dengan hubungan dengan Kristus.

Kesaksian Tokoh Kristen: John Bunyan, penulis The Pilgrim’s Progress, menyatakan, “Kebenaran di dalam Kristus adalah harta yang tak ternilai. Seluruh dunia dan segala keinginannya tidak sebanding dengan harta ini.” Bunyan menggambarkan bahwa kebenaran dalam Kristus jauh lebih berharga daripada apa pun yang ditawarkan dunia.

Tantangan: Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering terjebak dalam usaha untuk memenuhi standar dunia. Bagaimana kita bisa lebih menghargai kebenaran Kristus dan mengalihkan fokus dari kebenaran duniawi yang sementara?

III. Mengalami Kuasa Kebangkitan dan Berbagi dalam Penderitaan (Filipi 3:10-11)

Paulus mengungkapkan hasratnya untuk mengenal Kristus lebih dalam, mengalami kuasa kebangkitan-Nya, dan berbagi dalam penderitaan-Nya. Ia memahami bahwa mengikuti Kristus tidak hanya melibatkan berbagi dalam kemenangan-Nya tetapi juga dalam penderitaan-Nya.

Ilustrasi: Dietrich Bonhoeffer, seorang teolog Jerman yang berjuang melawan rezim Nazi, berbagi dalam penderitaan demi prinsip iman Kristennya. Dalam bukunya The Cost of Discipleship, Bonhoeffer menulis, “Kita harus siap untuk mengikuti Kristus, tidak hanya dalam kemenangan-Nya, tetapi juga dalam penderitaan-Nya. Itulah panggilan sejati kita.” Bonhoeffer menunjukkan bahwa mengikuti Kristus melibatkan kesediaan untuk mengalami penderitaan sebagai bagian dari panggilan kita.

Kesaksian: Corrie ten Boom, yang selamat dari kamp konsentrasi Nazi dan menulis The Hiding Place, mengilustrasikan bagaimana penderitaan bisa mendekatkan kita pada Kristus. Ia berkata, “Ketika kita berbagi dalam penderitaan Kristus, kita menemukan kekuatan yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya.” Kesaksiannya menunjukkan bagaimana penderitaan dapat menjadi sarana untuk mengalami kekuatan dan kehadiran Kristus dengan cara yang mendalam.

Tantangan: Mengalami kuasa kebangkitan Kristus berarti hidup dengan harapan dan kekuatan yang melampaui kemampuan kita sendiri. Namun, berbagi dalam penderitaan Kristus memerlukan keberanian dan keteguhan. Seberapa siap kita untuk mengalami kuasa Kristus dalam hidup kita, bahkan ketika itu berarti menghadapi kesulitan?

IV. Mengejar Tujuan Ilahi dengan Tekun (Filipi 3:12-14)

Paulus menekankan pentingnya mengejar tujuan ilahi dengan tekun, melupakan apa yang telah berlalu dan bergerak maju menuju panggilan Tuhan dalam Kristus Yesus. Ia menggambarkan kehidupan Kristen sebagai perlombaan yang memerlukan ketekunan dan fokus pada tujuan akhir.

Ilustrasi: Seperti seorang pelari maraton yang terus berlari meskipun kelelahan, kehidupan Kristen adalah sebuah perlombaan yang memerlukan ketekunan. Hudson Taylor, seorang misionaris yang berdedikasi untuk Cina, terus mengejar panggilan Tuhan meskipun menghadapi berbagai tantangan berat. Taylor berkata, “Satu-satunya hal yang saya ingin lakukan adalah menjalani hidup saya untuk kemuliaan Tuhan, tidak peduli apa pun rintangannya.” Taylor menggambarkan semangat dan tekad dalam mengejar tujuan ilahi meskipun menghadapi kesulitan.

Kesaksian: Billy Graham, penginjil terkenal, berbagi visi tentang tujuan hidup. Ia pernah mengatakan, “Hidup yang benar adalah hidup yang memfokuskan semua usaha dan energi kita pada tujuan ilahi yang diberikan Tuhan kepada kita.” Graham menekankan pentingnya menjalani hidup dengan fokus pada tujuan ilahi, meskipun harus menghadapi berbagai tantangan.

Tantangan: Mari kita renungkan bagaimana kita menjalani hidup ini. Apakah kita terlalu puas dengan pencapaian masa lalu atau apakah kita benar-benar fokus pada panggilan Tuhan untuk masa depan kita? Hidup dalam tujuan ilahi memerlukan tekad dan semangat yang tidak mudah goyang.

Penutup:

Saudara-saudara, melalui ajaran Paulus, kita diajak untuk mengevaluasi nilai-nilai duniawi, menghargai kebenaran Kristus di atas segala hal, mengalami kuasa kebangkitan dan berbagi dalam penderitaan-Nya, serta mengejar tujuan ilahi dengan tekun. Mari kita merenungkan hidup kita dan berkomitmen untuk mengikuti teladan Paulus, mengejar tujuan hidup yang benar dalam Kristus. Ini adalah panggilan untuk menjalani hidup yang benar dan memuliakan Tuhan dalam segala aspek.

 

Amin.

"Tetap Semangat, Kita Hidup untuk Sesuatu yang Lebih Besar!"

 


Nats: 2 Korintus 4:16-18

 

Pendahuluan:

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, hari ini kita akan bicara tentang semangat hidup! Ada yang datang ke gereja ini hari ini dengan hati yang lelah? Ada yang merasa, “Tuhan, kok rasanya saya berjuang terus, tapi hasilnya tidak kelihatan? Penderitaan datang silih berganti, beban makin berat.” Mari, kita lihat Firman Tuhan hari ini, yang mengajarkan kita untuk tidak menyerah!

Bayangkan ini: seperti seorang pelari maraton yang di tengah jalan merasakan lelah, tubuhnya sudah tidak kuat, tetapi di kejauhan dia tahu ada medali emas menunggunya. Meskipun rasa sakit itu nyata, dia terus berlari karena dia tahu apa yang ada di depan jauh lebih besar daripada rasa sakit yang dia rasakan saat ini.

Begitu juga dengan kita, saudara! Apa yang kita lihat sekarang—penderitaan, kesulitan—itu hanya sementara. Tuhan menyediakan sesuatu yang jauh lebih besar, dan itu kekal! Jadi, jangan menyerah. Tetap semangat, karena kita hidup untuk sesuatu yang lebih besar!

 Poin 1: Meskipun Tubuh Lahiriah Lemah, Rohani Diperbarui Setiap Hari

(2 Korintus 4:16)

Saudara-saudara, tubuh ini, lambat laun, semakin melemah. Mungkin Anda bangun pagi hari ini, punggung terasa pegal, lutut mulai berderak, rambut mulai menipis. Kita semua mengalaminya, betul? Tapi Firman Tuhan berkata, meskipun tubuh kita semakin merosot, roh kita dibarui setiap hari! Ini luar biasa, saudara! Tuhan tidak membiarkan kita sendirian. Dia memperbarui roh kita, memberi kita kekuatan baru untuk menghadapi hari yang baru.

Humor sederhana: 

Seperti kata seorang bapak tua, "Usia saya 60, tapi kalau bangun tidur rasanya 80!" Tapi jangan takut, karena di dalam Tuhan, jiwa kita masih segar seperti anak muda!

Ilustrasi sederhana: 

Pernahkah Anda melihat pohon yang tetap hijau di tengah musim kering? Meskipun di luar kelihatan tandus, akar pohon itu tetap kuat dan mengambil air dari dalam tanah. Begitu juga dengan hidup kita. Meskipun tubuh kita mungkin lemah, roh kita tetap kuat karena setiap hari Tuhan memberikan air kehidupan untuk kita.

 Poin 2: Penderitaan Itu Ringan, Kemuliaan Itu Kekal

(2 Korintus 4:17)

Saudara, Firman Tuhan berkata penderitaan kita itu ringan. Mungkin Anda mendengar ini dan berpikir, "Ringan? Pendeta, Anda nggak tahu masalah saya!" Tapi, coba dengarkan ini baik-baik: Tuhan tidak meremehkan penderitaan kita, Dia sedang menunjukkan kepada kita perbandingan antara penderitaan saat ini dengan kemuliaan yang akan datang. Yang sekarang ini, meskipun berat bagi kita, itu ringan dibandingkan kemuliaan kekal yang Tuhan siapkan. Jadi, apa yang kita rasakan sekarang hanyalah sementara.

Ilustrasi sederhana: 

Seperti orang yang baru saja selesai kerja berat, dan Anda berkata, "Capeknya cuma sebentar, tapi gajinya bisa buat hidup sebulan!" Begitu juga penderitaan kita, Tuhan mengerjakan kemuliaan kekal di balik semua ini.

Humor: 

Seorang ibu bilang, “Tuhan, masalah saya kok gak habis-habis?” Lalu Tuhan jawab, “Kalau saya bereskan semua sekarang, kamu nanti lupa berdoa!” Saudara, setiap masalah adalah kesempatan bagi Tuhan untuk memperlihatkan kuasa-Nya yang besar!

Kutipan inspiratif: 

Martin Luther berkata, "Saya memandang segala penderitaan sebagai suatu pengingat bahwa kita sedang menuju kepada kekekalan."

 Poin 3: Fokus pada yang Tak Kelihatan, Bukan yang Sementara

(2 Korintus 4:18)

Saudara, sering kali kita lebih memperhatikan yang kelihatan, betul? Kita lebih mudah melihat masalah, kegagalan, kekurangan. Tapi Firman Tuhan mengajarkan kita untuk melihat kepada yang tak kelihatan! Kita harus belajar hidup dengan perspektif surgawi, bukan perspektif duniawi. Apa yang sementara, akan berlalu. Tapi yang kekal, itulah yang harus menjadi fokus kita.

Ilustrasi sederhana: 

Bayangkan Anda menanam pohon mangga. Setiap hari Anda lihat ke tanah, tidak ada apa-apa. Mungkin Anda mulai frustrasi, "Mana buahnya? Kok nggak tumbuh?" Tapi yang Anda tidak lihat adalah, di dalam tanah akarnya sedang berkembang. Begitu juga hidup kita. Mungkin kita tidak selalu melihat hasil dari usaha kita sekarang, tapi percayalah, Tuhan sedang bekerja di balik layar untuk mempersiapkan kemuliaan bagi kita!

Humor: 

Seorang anak bertanya pada ayahnya, "Pa, kok kita nggak kaya-kaya?" Lalu ayahnya jawab, "Nak, kekayaan yang sesungguhnya itu ada di surga, tabungan kita besar di sana!" Saudara, kita sering fokus pada apa yang kita lihat sekarang, tapi kita lupa bahwa Tuhan sudah menyiapkan tabungan besar di kekekalan!

Kutipan kuat: 

C.S. Lewis pernah berkata, “Dunia ini hanyalah bayangan dari kekekalan. Yang terbaik selalu ada di depan, bukan di belakang.”

 Poin 4: Kekuatan untuk Terus Melangkah, Meskipun Berat

(2 Korintus 4:16)

Saudara, pernahkah Anda merasa lelah dalam hidup ini? Seperti pelari maraton yang sudah di kilometer ke-40, tapi garis finish belum terlihat. Saat tubuh mulai lelah, pikiran berkata, “Berhenti saja!” Tapi justru saat itulah Tuhan berkata, “Teruslah melangkah, karena kekuatanmu berasal dari Aku!” Firman Tuhan berkata manusia batiniah kita diperbarui setiap hari.

Ilustrasi sederhana: 

Seperti seorang pendaki gunung yang terus melangkah meski napas sudah sesak. Meskipun setiap langkah terasa berat, dia tahu ada puncak yang indah di depan. Begitu juga dengan hidup kita, Tuhan memberi kita kekuatan setiap hari untuk melangkah menuju kemuliaan yang kekal.

 Poin 5: Pengharapan yang Tidak Pernah Mengecewakan

(2 Korintus 4:18)

Saudara, dunia ini mungkin menawarkan harapan-harapan palsu, tapi Firman Tuhan memberi kita pengharapan yang tidak pernah mengecewakan. Pengharapan dalam Tuhan itu kokoh, seperti batu karang. Mungkin kita tidak selalu melihat jawabannya sekarang, tapi percayalah, Tuhan setia. Setiap janji-Nya akan digenapi!

Ilustrasi sederhana: 

Seperti seorang petani yang menanam benih di tanah. Dia tidak melihat benih itu tumbuh setiap hari, tapi dia tetap menanti dengan sabar. Mengapa? Karena dia tahu benih itu akan bertumbuh pada waktunya. Begitu juga dengan iman kita. Mungkin kita belum melihat jawabannya sekarang, tapi janji Tuhan selalu digenapi tepat pada waktunya.

Kutipan: 

John Wesley berkata, “Kekekalan adalah pengharapan kita yang tertinggi. Semua yang lain akan berlalu, tapi pengharapan dalam Tuhan adalah satu-satunya yang kekal.”

Penutup:

Saudara, hidup ini mungkin terasa berat, tapi Firman Tuhan mengingatkan kita: tetap semangat! Jangan fokus pada yang sementara, tapi pada yang kekal. Kita sedang berjuang untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu kemuliaan kekal bersama Tuhan.

Doa Penutup:

"Tuhan, kami bersyukur karena Engkau memanggil kami untuk hidup bagi sesuatu yang kekal. Meskipun kami mengalami penderitaan dan tantangan, kami percaya Engkau memberikan kami kekuatan setiap hari. Ajari kami untuk tetap fokus pada tujuan kekal-Mu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin."

 

 

a
y
a
c
r
e
p
u
k
a
s
u
s
e
Y
n
a
h
u
T
a
Y